Selasa, 27 November 2012

Toul Sleng Prison - Phnom Penh:



Apr 26, '05 12:08 AM
untuk semuanya


Saat city tour di PhnomPenh, saya kecewa berat sekali karena
ternyata tidak ada acara mengunjungi Killing Field yang berada
di wilayah Choen Ek.
Saya bilang kepada Tour Leader rombongan kami bahwa
 "sama aja boong" kalau ke Kamboja tidak menelusuri
kejadian dramatis di jaman Pol Pot yang begitu hebat itu.
Sebenarnya lokasi Killing Field hanya 15 kilometer saja dari kota
Phnom Penh, tapi waktu tempuhnya bisa 40 menit karena jalannya
kecil dan rusak, dikatakan pemandu bahwa kalau rombongan mau
juga kesana bisa saja tapi harus pakai  mobil yang kecil -
bus kami tidak bisa masuk ke sana.
Sebagian peserta ragu karena perjalanan kesana selain rawan,
juga akan kehilangan city tour yang sudah di program semula.
Tadinya saya dan Benny tetap ingin pergi kesana, kami sudah
bilang kalau gitu sebagian saja yang mau - yang berangkat ke
Killing Field dengan menyewa sebuah mobil kecil dan sewa
satu orang lokal guide lagi.
Tapi akhirnya pikir2, kami khawatir juga kalau berpisah karena
situasi di Phnom Penh sendiri tidak begitu aman, apalagi city tour
yang sudah disiapkan ada acara naik perahu di sungai Mekong.
Kalau saya dengan sebagian peserta pria ke Choen Ek , maka
rombongan ibu-ibu nanti tidak ada yang menjaga.
Maka dengan berat hati saya batalkan saja rencana ke Killing Field.
Kemudian saya teringat bahwa di kota Phnom Penh ini ada tempat
yang dijadikan penjara oleh rezim Pol Pot dulu.
Penjara itu terkenal karena menjadi tempat penyiksaan orang yang
dicurigai  melawan rezim Pol Pot.
Ternyata tempat itu memang ada di kota Phnom  Penh bagian
selatan dan kini telah menjadi  Genocide Museum yang dibuka
untuk umum.
Kami sepakat minta optional tour kesana;  dan setuju membayar
extra 2 US dollar per peserta.
Maka jadilah kami  mengunjungi Toul Sleng Genocide museum
yang ternyata memang tidak kalah menyeramkan kisahnya dari
Killing Field itu.
Semula bangunan berlantai tiga yang lokasinya didalam kota
Phnom Penh itu adalah sebuah sekolah menengah.
Sekeliling komplek sekolah itu penuh dengan rumah penduduk,
hanya saja tembok berlapis dan kawat berduri (dahulu dialiri
listrik) membuat komplek itu dari luarpun sudah tampak
menyeramkan.
Memasuki halaman dari komplek seluas 400 kali 600 meter;
terlihat dua blok bangunan berlantai tiga yang membentuk
huruf L, dengan halaman rumput yang cukup luas.
Disalah satu sudut halaman tampak kuburan dari 14 tahanan
yang masih sempat dibunuh Khmer Merah pada saat2 terakhir
tentara Vietnam datang menyerbu masuk kota Phnom Penh ,
yaitu tanggal 7 Januari 1979.
Saat penjaga penjara melarikan diri itu hanya tersisa 7 orang
tahanan saja yang masih hidup, mereka berfoto bersama yang
dipamerkan di salah satu ruangan.
Tentara Vietnam datang memasuki Phnom Penh dengan mudah
karena selain jauh lebih unggul, juga jarak dari border ke kota
Phnom Penh hanya 127 km.
Sekitar 2 - 3 juta tentara Vietnam menduduki Kamboja sampai
tahun 1989.

Dimasa kekuasaan Pol Pot ( 1975 - 1978 )  komplek Toul Sleng
ini  dijadikan penjara dengan nama S-21 ( Security office - 21),
satu  penjara utama yang dimiliki oleh Khmer Rouge.
Dan hebatnya semua orang yang dimasukkan kedalamnya di foto
dulu dan rapih didata riwayat pribadinya mulai dari lahir sampai
saat ditangkap itu.
Dari sebagian dokumen2 yang bisa diselamatkan itu bisa diketahui
selama  4 tahun , total ada 10499 orang dimasukkan kedalam
penjara ini.
Angka itu belum termasuk anak-anak  yang juga dibunuh Khmer
Merah didalam Toul Sleng ini, diperkirakan ada sekitar 2000 anak.
Dari begitu banyaknya orang yang dimasukkan kedalam S-21,
ternyata hanya 7 orang saja yang bisa keluar masih bernyawa.
Dari catatan yang diketemukan itu bisa diketahui pula bahwa korban
kekejaman ini diambil dari seluruh wilayah Kamboja, dan dari
beragam profesi.
Memang sebagian besar adalah warga Kamboja sendiri, tapi juga
ada yang berkebangsaan Vietnam, Laos, Thai, India, Pakistan,
British, Amerika, Kanada, New Zealand, dan Australia.
Profesinya antara lain : workers, farmers, engineers, technicians,
intellectuals, professors, teachers, students, artists,  malahan juga
ministers dan diplomats.
Seluruh famili dari orang yang ditangkap juga dimasukkan kedalam
penjara ini, seluruhnya - termasuk bayi  yang baru dilahirkan.
Di tempat itulah mereka di interogasi dan disiksa, termasuk oleh
anggota Khmer Merah yang masih berusia 10 -15 tahun.
Sungguh mengerikan anak anak petani yang tadinya lugu ini bisa di
trained oleh Khmer Merah menjadi iblis yang begitu tega menyiksa
para tahanan itu sampai tewas mengenaskan.
Anak2 itu menyiksa dengan cara memukuli dan menyetrum untuk
mendapatkan pengakuan bahwa si tahanan itu  memang melawan
rezim Pol Pot,  dan hebatnya pengakuan itu juga direkam.
Tidak mengaku bisa mati disiksa, mengaku juga dibunuh sekeluarga.
Kami bersama2 memasuki ruangan2 kelas yang pernah dipakai
menjadi kamar penyiksaan, terlihat bed dari besi tempat mengikat
orang yang disiksa sampai mati dengan alat2 penyiksaan-nya.
Pada tembok ruangan dipasang foto dokumenter yang memperlihatkan
orang2 yang sudah setengah hancur disiksa sampai mati itu;
Benar2 menggiriskan hati dan saya perhatikan peserta rombongan kami
tidak ada yang memisahkan diri selama berkeliling keluar masuk
berbagai ruangan itu.
Ruangan dilantai bawah itu ada yang di-sekat2 dengan batu bata
untuk menjadi sel2 tahanan berukuran kecil.
Berbeda dengan sel penjara umumnya - sel itu tidak memakai pintu
atau teralis besi -  tapi tahanan tidak akan bisa melarikan diri karena
salah satu kakinya diikat dengan rantai besi  yang ujung satunya
ditanam kedalam lantai beton, tidak ubahnya merantai anjing saja.
Berfoto dimuka salah satu sel itu dilakukan dengan cepat cepat saja
karena aroma kekejaman di ruangan itu membuat bulu kuduk berdiri.
Adik saya Lanny yang memfoto saya ngomel2 sebab sebenarnya
rombongan telah berada diruangan lain tapi saya mengajaknya kembali
ke ruangan sel itu karena saya belum mengambil foto disitu,
memang terasa seram sekali diruangan itu.
Sel individual itu untuk tahanan "kelas kakap" yang dianggap perlu
ditahan sendiri2 dalam masing2 sel; sedangkan  tahanan lainnya dirantai
ramai2 dilantai dua,  yaitu kakinya digari dengan cara satu atau kedua
pergelangan kakinya dimasukkan kedalam lingkaran2 besi yang dilas
ke satu batangan besi panjang.
Posisi para tahanan itu tiduran bersisian ramai2 selang seling -
disebelah kepala seorang tahanan adalah kaki tahanan lainnya.
Mereka harus tiduran terus diatas lantai tanpa alas, selimut maupun
kelambu, dan masing2 diberikan tempat buang hajat berupa sebuah
kotak plastik, mandinya juga cuma disiramkan air saja beberapa hari
sekali oleh si penjaga.
Karuan saja hidup dalam situasi sanitasi yang begitu buruk cepat
menimbulkan berbagai penyakit, padahal sama sekali tidak disediakan
fasilitas pengobatan.
Kami tidak berselera untuk melihat sampai ke lantai dua dan tiga,
cukup keliling di lantai satu saja itu, tapi terlihat beberapa pengun-
jung orang barat yang naik turun ke lantai atas itu.
Di beberapa ruangan bekas kelas itu juga dijadikan museum,
disana bisa melihat  tengkorak2 korban yang disimpan dalam
sebuah lemari,  ada juga peta wilayah Kamboja dengan penuh
tengkorak - warna air danau TonleSap dan sungai Mekong
memakai warna merah mengisyaratkan darah telah mengalir
dimana-mana .
Juga dipamerkan patung  dada Pol Pot didepan batangan2 besi
yang dulu dipakai mengikat pergelangan kaki tahanan secara
massal dan ditembok ada foto mengerikan dari lokasi diketemu-
kannya kuburan massal dari para tahanan itu, disana sini terlihat
tengkorak diantara lubang lubang kuburan massal itu.
Dinding ruangan museum banyak foto2 para korban; sangat meng-
harukan melihat wajah orang2 yang tampak tertekan sewaktu di-
foto untuk registrasi awal dulu itu; dan disatu ruangan ada foto
dari Killing Field.
Hanya dari satu lubang saja itu sudah tampak begitu banyak
tulang tengkorak berserakan ber-tumpuk2.
Hanya beberapa orang tahanan saja yang bisa lolos dari maut;
foto bersama dari  mereka yang lolos itu juga ditampilkan museum.
Tahanan yang lain baik laki - perempuan, dewasa - anak anak ,
semua tewas dan dikubur secara massal di Killing Field Chuen Ek.

Tidak ada komentar: