Mengapa PolPot begitu kejam terhadap bangsanya sendiri ? | untuk semuanya |
Hotel Sunway tempat kami menginap terletak didekat pusat kota,
tidak jauh dari Wat Phnom - pagoda yang unik karena dibangun
diatas bukit ( rasanya ini bukit satu2nya di Phnom Penh, karena kami
tidak melihat ada bukit lainnya selama disana) dan pada malam hari
terlihat bagus sekali karena dipasangi lampu2.
Didalam hotel berbintang 4 itu rasanya sih seperti berada dinegara
maju, orang penting seperti Ramos Horta pun menginap disana -
saya sempat berfoto dengannya saat breakfast (foto).
Di lobby hotel itu malam hari-nya saya sempat ngobrol lama dengan
Mr. Sok Chamroeun , operation manager dari biro tour yang
menerima rombongan kami (foto).
Saya ngobrol dengannya sampai malam karena penasaran mengapa
Pol Pot bisa membunuh sampai 2 juta orang bangsanya sendiri,
dan kebetulan sekali Mr Sok ini bisa menceritakan banyak karena
di tahun 1975 itu dia sudah berusia 10 tahun dan mengalami kejadian
itu di Phnom Penh.
Pertanyaan pertama yang diajukan tentu :
kenapa sih Pol Pot bisa begitu tega.
Dijawab : saya tidak tahu apa alasannya, semua orang Kamboja juga
engga tahu kenapa, yang tahu cuma Pol Pot sendiri.
Di lobby hotel itu lalu Mr.Sok bercerita dengan panjang lebar :
Raja Sihanouk sewaktu keluar negeri dikudeta oleh Jenderal Lon Nol,
dan Khmer Merah yang komunis mengadakan perlawanan.
Khmer Merah yang dikomandani Pol Pot itu basisnya petani/orang
desa - yang rupanya memusuhi "orang kota"
Akibat perang itu berkecamuk didaerah pinggir kota orang tua Mr.Sok
membawa keluarganya mengungsi dari pinggiran kota Phnom Penh
masuk ke kota yang saat itu lebih aman.
Inilah yang menjadi masalah nantinya karena siapa yang berada didalam
kota saat Pol Pot menang perang, di cap musuh juga oleh Pol Pot.
Dia ingat sekali tanggal 17 April 1975 saat tentara Pol Pot menang
dan bisa memasuki kota Phnom Penh, disaat itu juga Pol Pot meme-
rintahkan semua penduduk kota baik Phnom Penh, Battambang
dan kota2 lainnya agar segera meninggalkan kota dengan alasan
pesawat Amerika akan segera membombardir kota, di informasikan
3 hari kemudian mereka akan boleh kembali ke dalam kota.
Tentara petani itu meng-sweeping dari rumah ke rumah untuk
meneruskan perintah itu.
Siapa yang menolak tanpa ampun langsung di bunuh.
Jadi saat itu begitu kacau balau, boleh dikata penduduk kota
meninggalkan rumahnya dengan hanya sempat membawa pakaian
dan barang seadanya saja.
Jalan utama keluar kota Phnom Penh yang cuma ada beberapa
saja itu, penuh sesak dengan iring2an manusia yang digiring keluar
menuju ke pedesaan.
Di beberapa tempat tentara Pol Pot memasang meja dan pengu-
muman antara lain agar tentara/polisi pemerintahan Lon Nol
bisa mendaftar ulang disana, akan dikasih pekerjaan lagi dan
di naikkan pangkat.
Ini ternyata jebakan saja, karena mereka yang mendaftar malah
ditangkap sekeluarga dan dibunuh semuanya.
Selain itu sepanjang jalan tentara Khmer Merah juga menyeleksi
siapa saja yang dicurigai sebagai musuh dan ditahannya.
Pol Pot rupanya mempunyai obsesi akan kembali di tahun Nol
dimana rakyatnya hanya murni dari golongan petani saja, yang hidup
dari bercocok tanam.
Maka semua yang berbau kota, modern dan berpendidikan akan
dihapusnya.
Dimasa kekuasaannya antara tahun 1975 - 1979 itulah Kamboja
begitu terisolasi dari dunia luar, hanya pernah datang satu-satunya
delegasi dari dunia luar yaitu dari China.
Dan dimasa kekuasaannya itulah dia memerintahkan untuk membunuh
orang yang dianggapnya tidak sejalan dengan doktrin-petani nya :
para pegawai pemerintahan Lon Nol; intelektual baik guru - siswa -
dokter - perawat, artis.
Termasuk biksu2 karena semua orang harus loyal hanya kepada
Angkar ( pemerintahan PolPot) - kalau beragama berarti ada ada
loyalitas ganda.
Kaca mata berarti si pemakai adalah orang intelektual yang bisa
membaca, maka termasuk orang yang harus dimusnahkan.
Mereka ditahan diberbagai penjara, di siksa dan dibunuh
dengan kejam - untuk menghemat peluru maka anak bayi cukup
dibantingkan ke batang pohon dan orang dewasa dengan di pacul
kepalanya, atau kantong plastik dimasukkan ke kepala lalu
diikatkan dibagian leher sehingga mati lemas.
Kekejaman itu tiada tara, kalau ada seorang kepala keluarga
masuk kategori lawan maka keluarganya juga dibunuh.
Mottonya : cut the grass must dig the root also.
Motto lainnya : Kill wrongly better than release wrongly.
Penguburan itu dilakukan secara massal juga, dan antara lain di
wilayah Choen Ek, daerah yang begitu banyaknya jenasah manusia
sehingga dinamai Killing Field.
Mr. Son cerita bahwa di wilayah Choen Ek itu telah diketemukan
ada sedikitnya 126 lubang kuburan massal; dan baru 86 lubang
yang digali - disitu ada sekitar 9000 tengkorak - laki perempuan,
dewasa sampai bayi, dan ada 9 orang barat.
Diperkirakan keseluruhan korban ada sekitar 20.000 orang yang
dikubur massal di wilayah Killing Field Choen Ek itu.
Saya sempat tanya kenapa engga semua lubang digali, dia bilang
bahwa medannya begitu sulit karena ada juga yang di-rawa2.
Di tengah Killing Field itu sekarang dibangun sebuah pagoda yang
penuh dengan tengkorak, yang bisa disentuh oleh pengunjung .
Pagoda itu dibuat sebagai peringatan akan kekejaman satu rezim
yang telah membantai hampir sepertiga bangsanya sendiri.
Saat dipaksa keluar kota itu Mr. Son ikut dengan keluarganya ke -
pingggir kota Phnom Penh dan disana harus bertani untuk bisa
makan, hasilnya tidak seberapa dan malah sebagian besar diambil
oleh tentara Pol Pot.
Dia cerita menu makannya berupa sedikit beras yang dibuat bubur
yang begitu encernya.
Mereka sangat sengsara, banyak yang meninggal karena berbagai
penyakit antara lain malaria.
Suatu ketika seorang kakak iparnya sakit parah sampai terpaksa
dibawa ke Rumah Sakit, setelah memasukkan si sakit ke rumah sakit
mereka kembali ke kampung karena tidak diperbolehkan menunggu
di rumah sakit itu.
Saat tiba kembali di kampung ternyata sedang ada pengumuman
bahwa orang sekampung itu harus segera pindah ke propinsi
Battambang yang lebih makmur, maka dia segera balik lagi ke
rumah sakit untuk membawa pulang kakak ipar, tapi jangankan
dikasih pulang- bertemu saja tidak boleh.
Maka kembali ke kampung, dan oleh kepala kampung keluarganya
tidak diizinkan untuk ikut pindah karena satu keluarga harus terus
ber-sama2.
Ternyata kakak iparnya itu sampai sekarang tidak pernah ditemukan
lagi - hilang begitu saja di rumah sakit; belakangan dikabari bahwa
ada yang melihat dia disiksa dan dibunuh.
Mr. Sok cerita bahwa dia sangat ber-hutang nyawa kepada almarhum
karena ternyata semua tetangganya yang dipindah ke Battambang itu
akhirnya mati disana;
termasuk kakak ibunya sekeluarga sebanyak 40 orang.
Mereka bukan dipindah ke daerah yang subur tapi ke daerah tepian
hutan yang alamnya sangat ganas.
Foto pertama : didepan tengkorak korban Toul Sleng.
Foto kedua : bersama Mr. Ramos Horta di hotel.
Foto ketiga : bersama Mr.Sok di lobby hotel




Tidak ada komentar:
Posting Komentar