Kita memang hidup di zaman serba cepat dan serba rumit.
Bagaikan pemain sirkus yang bisa melemparkan 15 piring sekaligus, kita selalu tergesa untuk memastikan bahwa semua hal yang menjadi tanggung jawab kita berada dalam keadaan sempurna, atau minimal tidak bisa dipersalahkan kekurangannya.
Dari mulai deadline yang terlalu sempit, target yang terlalu tinggi, workload yang terlalu banyak, kecepatan industri memang selalu menuntut kita untuk selalu berada di paling depan. Multi-tasking (kemampuan mengerjakan beberapa hal sekaligus), well-connected network (jaringan kerja dan pertemanan yang kuat), serta result-oriented attitude (sikap berorientasi pada hasil), menjadi ciri yang dibanggakan, dicari, dan ditempa dalam kebanyakan dunia kerja.
Haruskah kita memaksakan diri untuk berpacu lebih cepat, dan bekerja semakin giat?
Stres adalah Cara Kita Beradaptasi
Tentunya untuk bisa memenuhi semua tuntutan tersebut pada tingkat individu, dibutuhkan perangkat yang memadai, selaras, dan optimal. Namun sebenarnya secara alami kita tidak dirancang untuk hidup dan bekerja dengan ritme serba cepat dan serba rumit setiap saat. Ini menyebabkan terjadinya adaptasi pada sistem fisik dan psikis kita.Adaptasi tersebut terjadi melalui sebuah mekanisme: STRES.
Stres, yang tidak terkelola, harus dibayar dengan nilai yang tidak sedikit. Kesehatan, sebagaimana yang sudah kita bahas di tulisan-tulisan sebelumnya, hanyalah sekelumit dari efek stres yang tidak sembuh.
Semakin Memacu Diri Agar Mengurangi Stres?
Sebagian orang berkata, “Ah, stres itu kan wajar dan ada dalam setiap pekerjaan. Nanti juga kalau target sudah tercapai, stres akan hilang dengan sendirinya.” Benarkah demikian?Dalam pengamatan saya, stres tidak otomatis hilang ketika kita mencapai target dan keinginan, melainkan bisa berputar dan membesar bagaikan lingkaran setan-siklus tak berujung yang sulit dipecahkan.
- Untuk hasil dan keinginan yang berhasil dicapai:
Banyak
target → jadi banyak ketegangan → jadi banyak berusaha → hasil jadi
TAMBAH banyak → target DITINGKATKAN lagi → maka terciptalah siklus yang
lebih besar: target LEBIH banyak → LEBIH banyak ketegangan → LEBIH
banyak berusaha → dan siklus yang lebih besar kembali berulang.
- Untuk hasil dan keinginan yang tidak berhasil dicapai:
Banyak
target → banyak tegang → banyak usaha → belum berhasil → karena belum
berhasil, usaha pun DITINGKATKAN lagi → ketegangan MENINGKAT → belum
berhasil juga → dan siklus yang lebih besar kembali tercipta: usaha
TAMBAH ditingkatkan → ketegangan TAMBAH meningkat → dan seterusnya.
Bisakah
Anda menangkap ironinya? Pada kedua kasus, terlepas dari hasil tercapai
atau tidak, pada umumnya kita akan terus-menerus berpacu agar lebih
cepat, lebih sukses, lebih efisien, lebih baik. Namun pacuan kronis ini
membuat stres kita semakin bertumpuk.Dampak Akhir: Produktivitas Jangka Panjang
Salah satu dampak stres adalah menurunnya produktivitas kerja dan pribadi. Kita tahu bahwa produktivitas tergantung dari tingkat energi, semangat, kreativitas, dan efektivitas yang bisa kita lakukan dalam setiap pekerjaan.Ketika stres dibiarkan bertumpuk dan berlarut-larut, semua hal yang menunjang produktivitas tersebut akan mulai berderit, aus, bahkan hilang. Dan sekali lagi, harga yang kita harus bayar untuk adaptasi tersebut-mulai dari stres, berbagai ketidakbahagiaan, tidak sehatnya relasi pribadi dan keluarga-sangatlah mahal.
Efek jangka panjang dari stres yang berkelanjutan bisa secara langsung mempengaruhi produktivitas dalam bentuk sebagai berikut: hilangnya semangat kerja, rasa lesu, jenuh, dorongan kuat untuk pindah / meninggalkan pekerjaan, selalu mencari-cari alasan mengapa tempat kerja sekarang tidak sesuai, dsb.
Belum lagi absensi kerja yang bisa meningkat karena saraf sudah terlalu jenuh, atau daya tahan tubuh merosot drastis sehingga jatuh sakit.
Lantas bagaimana kita bisa memelihara diri sekaligus meningkatkan produktivitas?
Menurut saya, kuncinya adalah mengelola energi kita dengan selaras. Memberikan porsi perhatian untuk merawat hardware (tubuh fisik) serta software kita (pikiran, rasa dan spirit) sehingga energi diri bisa tertata dengan selaras.
Jalan Praktis Melalui Keheningan
Meditasi adalah salah satu hal mendasar yang bisa dilakukan untuk menciptakan keselarasan, mengelola dan memulihkan energi, serta mendorong semangat kerja yang bertumpu pada kekinian. Bukan pada harapan atau ketakutan.Kini banyak perusahaan besar berskala internasional telah menggunakan pelatihan meditasi yang non-agamis untuk manfaat relaksasi, kesehatan, dan produktivitas.
Berbagai studi ilmiah tentang manfaat meditasi, serta pengalaman para pelaku latihan meditasi, melaporkan manfaat-manfaat sebagai berikut:
- Otak menjadi rileks dan seimbang aktivitasnya.
- Memulihkan keseimbangan saraf dan kesegaran tubuh.
- Memperkuat daya tahan tubuh, sehingga lebih jarang sakit.
- Bentuk melatih konsentrasi yang bersifat RILEKS, bukan FOKUS.
- Meredakan celoteh pikiran, membuat batin bekerja lebih efisien.
- Melatih kepekaan intuitif, membantu pengambilan keputusan.
- Melegakan hati dan melepas stres, sehingga komunikasi dan relasi lancar.
- Membantu kita menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, kesalahan lebih sedikit.
- Solusi mandiri, murah, dan sehat untuk meningkatkan kinerja perusahaan
7 Cara Hening yang Merawat Produktivitas Diri
Berikut Anda bisa mencoba 7 buah latihan yang bersifat meditatif, non-agamis, dan praktis, untuk membantu mengasah produktivitas Anda secara pribadi maupun profesi:- Meditasi MEREGANGKAN TUBUH
Tahu
caranya ‘ngulet’ (istilah nasional: menggeliatkan badan)? Hentikan
sejenak kesibukan Anda. Ambil posisi duduk, atau berbaring bila mau,
dan regangkan tubuh Anda, dengan sangat perlahan. Benar-benar
perhatikan rasa setiap otot dan sendi tubuh Anda. Tidak ada gerakan
yang benar atau salah. Nikmati sepenuhnya selama beberapa menit.
Menggerakkan
tubuh secara aktif dan penuh sadar, membantu kita memperlambat celoteh
pikiran dan melepas ketegangan yang telanjur bertumpuk.
- Meditasi TUTUP MATA SEJENAK
Hentikan
sejenak pekerjaan, tutup mata saja. Istirahatkan saraf mata dan otak
mata. Sebagian ahli berpendapat bahwa sekitar 70% komunikasi terjadi
secara visual, oleh karena itu sejenak memejamkan mata akan membantu
fungsi visual kita beristirahat.
Memejamkan
mata juga memicu respons rileks karena kita terbiasa melakukannya saat
akan beristirahat atau tidur. Ini juga bermanfaat untuk membuat kita
lebih peka akan dunia pikiran dan perasaan dalam diri kita, ketimbang
selalu memperhatikan dunia eksternal / sekitar kita.
- Meditasi BERNAPAS RILEKS
Berhentilah
sejenak untuk bernapas dengan sadar dan sengaja. Anda sedang menekan
tombol reset pada sistem raga dan rasa Anda. Cukup 3-9 kali bernapas
dengan rileks, lambat, dan penuh perhatian. Anda juga bisa melakukannya
setelah meregangkan tubuh, sambil menutup mata.
- Meditasi PERHATIKAN PIKIRAN & RASA DI SAAT INI
Dari
waktu ke waktu, cobalah berhenti sejenak dan perhatikan saja segala
pikiran dan rasa yang datang dan pergi pada saat ini. Tidak perlu
dianalisa, tidak perlu dinilai, melainkan sekadar mengamati saja: “Oh…
ada pikiran ini, pikiran itu, rasa ini, rasa itu, oh… sekarang hilang,
oh… sekarang ada lagi yang baru, dst.”
Memperhatikan
segala pikiran dan rasa dalam diri Anda akan memperkuat kesadaran
sini-kini, sehingga kita tidak mudah terjebak dalam berbagai ketakutan,
kekhawatiran, dan harapan.
- Meditasi KERTAS POLOS
Ketika
sedang kebanjiran ide, atau baru memulai hari kerja Anda, gudang
pikiran penuh bertumpuk dengan hal yang harus dilakukan; ide kreatif,
urusan rumah tangga yang perlu dibereskan, dll. Ambil saja selembar
kertas polos dan tuliskan semua isi gudang pikiran Anda, termasuk
berbagai lamunan, kekhawatiran, dan isi hati Anda. Setelah 5-10 menit
(dan mungkin saja satu lembar kertas masih perlu ditambah lagi untuk
menampung semuanya), barulah duduk diam sejenak. Nikmati hening sesaat.
Anda
akan menemukan kelapangan ruang pikir ketika isinya dituangkan secara
tertulis ketimbang sekadar ditampung di otak. Ekstra ruang lapang ini
membuat Anda lebih kreatif dan produktif.
- Meditasi BOBO-SIANG
Khususnya
setelah jam makan siang, umumnya kita cenderung mengalami perubahan
bioritme tubuh yang menyebabkan rasa lesu atau kantuk. Beberapa
perusahaan di Jepang bahkan membudayakan tidur siang di kursi kerja
masing-masing. Dan ternyata, tidur siang singkat antara 10-30 menit
sangat membantu memulihkan tubuh kembali bugar dan otak kembali segar.
Ingat: jangan tidur siang lebih dari 45 menit, agar tidak mengganggu
keteraturan istirahat malam dan jam biologis Anda.
- Meditasi BERJALAN
Cobalah
melatih untuk berjalan dengan penuh perhatian. Rasakan langkah demi
langkah. Rasakan dan perhatikan satu demi satu sentuhan telapak kaki
Anda di lantai. Awalnya akan terasa janggal karena belum terbiasa, dan
mungkin jadi terasa sangat lambat karena perlu disadari penuh, tapi
lama-kelamaan Anda akan bisa menikmatinya.
Latihan
ini melepaskan emosi yang tersangkut, menyeimbangkan aktivitas otak
kiri dan kanan, mengajarkan kita untuk menghayati proses, serta
melonggarkan obsesi kita terhadap hasil akhir. Meditasi sederhana ini
dapat mengurangi kecenderungan bertumpuknya stres.
Selamat berlatih keheningan. Temukan dan alami bagaimana produktivitas bisa diasah tanpa harus sibuk dan tergesa-gesa.
Ada
pepatah yang menyebutkan “Don’t just sit there, do something!” (Jangan
hanya duduk diam saja, kerjakanlah sesuatu!). Barangkali dalam konteks
dunia serba cepat ini, yang kita butuhkan adalah “Don’t just do
something, sit there!” (Jangan hanya sibuk mengerjakan sesuatu, duduk
diamlah sejenak!)
- Bila Anda menyukai artikel ini,
silakan berbagi dengan para sahabat dan keluarga Anda, dengan
menyebutkan sumbernya di rezagunawan.com. Terimakasih -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar