Delhi, Agra dan Jaipur, tiga kota tua yang berada di jantung
North India ini dikalangan pariwisata dijuluki Golden Triangle,
karena menyimpan banyak obyek wisata yang menarik.
Dengan Delhi dipuncak segitiga imaginer itu, posisi Jaipur
disudut kiri bawah, dan Agra berada disudut kanan bawah.
Selasa pagi, 27 Desember 2005, bus kami berangkat
meninggalkan Delhi, mengarah ke barat daya menuju Jaipur.
Perjalanan keluar kota Delhi ternyata tidak mulus, perlu
waktu 1,5 jam baru bisa lepas dari kemacetan, setelah itu
memasuki Jalan Tol yang "aneh tapi nyata",
bayangkan saja :
namanya jalan tol mestinya bebas hambatan, tapi bukan
saja banyak persimpangan jalan - orang naik sepeda ada
disana, malah gerobak ditarik unta juga masuk jalan tol!.
Daerah ini adalah tepian timur dari Thar Desert, jadi tidak
heran kalau banyak ketemu unta disana.
Serunya lagi, selepas lorong gerbang pembayaran tol
selalu ada beberapa petugas yang berdiri dan bersiaga
memegang tongkat pemukul, siap menggebuk siapa saja
yang mencoba nyelonong lewat tanpa bayar dulu.
Perjalanan sejauh 260 Km itu terasa lambat, memang
sekitar jam 15 barulah kami bisa tiba di Sheraton Hotel
Jaipur untuk makan siang.
Makan-nya juga jadi cepat-cepat saja karena kami tidak
mau kehilangan kesempatan melihat-lihat Jaipur, kota
unik yang dijuluki Pink City karena mayoritas bangunan
dikota ini dicat warna merah muda.
Kunjungan pertama adalah ke Lakhsmi Narayan Temple
atau Birla Temple.
Kuil Hindu ini dibangun tahun 1979, terbuat dari marmer
putih penuh ukiran cantik - terkesan megah dan modern.
Kami boleh masuk kedalamnya, seperti biasa harus
lepas sepatu dan tidak boleh motret, didalamnya ada
patung Dewa Wishnu yang mukanya putih sekali.
Temple ini dibangun dibawah kaki bukit yang diatasnya
ada Moti Doongri, istana benteng milik pribadi yang
bentuknya unik karena stylenya mirip Scottish Castle.
Esok pagi kami mengunjungi Hawa Mahal yang disebut
pula sebagai Palace of Winds, inilah Landmark-nya Jaipur.
Bangunan bergaya Baroque ini dibangun pada tahun 1799
oleh sang aesthetikus : Sawat Pratap Singh, maharaja ini
mendedikasikan Hawa Mahal kepada Dewa Krishna.
Memang kalau dilihat dari kejauhan bangunan lima lantai
ini berbentuk seakan Mukul/Mahkota dari Lord Krishna.
Dicat merah muda, menampilkan begitu banyak jendela,
balkon dan lubang2 didinding-nya, sungguh unik sekali.
Hebatnya lagi, bangunan yang tebalnya hanya satu kamar
saja itu, tebal dindingnya tidak lebih dari 20 cm.
Ditempat yang merupakan bagian dari dinding benteng
istana inilah dijaman dahulu para wanita penghuni Harem
bisa menonton keramaian jalan dan pasar diluar gedung,
tanpa bisa terlihat dari luar.
Kini perjalanan menuju ke luar kota Jaipur, mengunjungi
Amber Fort yang anggun berbentuk benteng diatas bukit.
Istana dalam benteng ini dibangun tahun 1592 dan ada
Jaigarh Fort - benteng lain melindungi dibelakangnya.
Kami akan mendaki bukit itu dengan naik gajah, maka
segera ikut antrian. Tapi aneh gajah2 yang baru datang
dari arah Amber Fort dan menurunkan para penumpang,
koq tidak menghampiri kami malah ngeloyor menuju
kandangnya.
Astaga !, ternyata gajah2 itu mau istirahat, rupanya
sejak pagi sang gajah itu sudah tiga rit naik turun,
jadi kini waktunya mereka istirahat sekitar satu jam.
Tentu saja semua teman ngedumel, bego amat sih
local guide kami ini!, koq bisa tidak tahu kalau ada
aturan begitu, banyak buang waktu jadinya.
Mengingat waktu sangat berharga, maka segera balik
ke bus untuk ke Jaipur lagi yang berjarak 11 kilometer.
Setiba di tengah kota Jaipur, kami berjalan melewati
dua lapis dinding benteng, memasuki Old Walled Area
dimana terdapat City Palace Museum yang penuh
dengan benda seni bernilai tinggi dari jaman Rajput
dan Mughal.
Bersama banyak turis kami memasuki bekas City-
Palace yang pernah menjadi kediaman para penguasa
Jaipur sejak awal abad 18.
Disana ada berbagai bangunan, antara lain ruang
senjata dimana ada pedang seberat 5 kg, pisau raja
yang unik sekali karena berfungsi pula sebagai pistol
dua laras.
Kami bergantian berfoto di Rajendra Pool, gerbang
dimana ada sepasang gajah putih cantik terbuat dari
marmer putih utuh.
Dan yang paling menarik perhatian adalah dua buah
Giant Silver Urns yang masuk Guinness Book of
Records, sebagai The Largest Silver Objects.
Tempayan perak raksasa ini pernah diisi air Sungai
Gangga saat dibawa oleh Madho Singh ke London,
rupanya selama perjalanan sang maharaja tidak mau
melewatkan kebiasaan minum air suci itu.
Jam 12.45 kami sudah tiba lagi di Amber Fort, dan
kali ini antrian naik gajah lancar, berdua-dua kami
duduk di punggung gajah, hanya 15 menit sudah
tiba diatas bukit. Gajah memasuki gerbang benteng
dan kami diturunkan didalam benteng yang tampak
ramai sekali pengunjung.
Tampak didepan kami Ganesh Pool, gerbang tiga
tingkat yang dibangun tahun 1640, melewati gerbang
berarti memasuki wilayah private maharaja dimana
dimasa lalu menjadi tempat tinggal wanita ber-purdah.
Didalam tampaklah Aram Bagh, sebuah pleasure
garden yang cantik dikelilingi tiga istana Mughal Style.
Kami boleh masuk dan naik kesana kemari didalam
bekas istana, antara lain Jas Mandir - dulunya Hall
untuk private audience dimana terdapat kisi2 jendela
serta langit2 yang bercorak bunga terbuat dari relief
pualam putih dan tatahan kaca yang artistik sekali.
Tabir/kisi-kisi marmer memberikan pandangan indah
kebawah bukit dan juga untuk melewatkan angin sejuk
menghembus masuk kedalam istana.
Kalau pandangan diarahkan keluar dan kebawah bukit,
tampak gajah-gajah sedang naik turun menggendong
pengunjung, dan juga tampak nun jauh dibawah bentuk
cantik dari Kesar Kyari Bagh, yaitu taman berbentuk
persegi ditengah Matoa Lake.
Setelah puas berkeliling istana, kami turun dari bukit
kali ini tidak lagi naik gajah, tetapi naik kendaraan jeep
yang ngebut menuruni lereng bukit cukup terjal itu.
Kami kembali lagi ke Jaipur untuk melihat Jantar Mahal,
sebuah Observatorium abad pertengahan yang unik,
berupa berbagai bangunan pahatan futuristic dari batu.
Dibangun oleh Jai Singh II antara tahun 1728-1734,
Observatorium terdiri dari 16 instruments ini disebut :
"the most realistic and logical landscape in stone"
Beberapa instrumen kuno ternyata masih bisa dipakai
antara lain dalam meramalkan akan seberapa panas
summer mendatang, perkiraan datang/lamanya dan
intensitas Monsoon, sampai kemungkinan datangnya
banjir atau bencana kelaparan.
Kami datang sudah kesorean, harus lari-lari karena
sudah mendekati waktunya tutup, dan benar saja
begitu kami masuk, pintu langsung ditutup.
Sempat bingung dan takjub juga melihat begitu unik
dan anehnya berbagai bentuk bangunan dari batu itu.
Juga kagum akan kehebatan Jai Singh II yang dijaman
baheula itu sudah bisa membuat observatorium yang
ternyata memang betul akurasinya tinggi.
Jaipur memang sungguh unik dan menarik, seakan
sebuah labyrinth dimana bercampur aduk pasar yang
meriah, istana yang kaya raya, tempat2 bersejarah,
juga merupakan tempat dimana abad pertengahan
berhimpitan dengan modernisasi.
Ada terlihat unta berbagi jalan dengan kendaraan
bermotor, orang tua dari desa yang memakai turban
bersisian dengan pemuda memakai blue jeans,
sungguh suatu pemandangan yang unik.
Saat senja menjelang kami pulang menuju hotel,
melewati jalanan berdebu yang hiruk pikuk penuh
orang, bajaj, beca, scooter, bus turis dan juga
truk-truk yang dibelakangnya bertuliskan besar2 :
Horn Please atau Blow Horn!.
Busyet deh!, pantesan siang malem nglakson melulu!.
North India ini dikalangan pariwisata dijuluki Golden Triangle,
karena menyimpan banyak obyek wisata yang menarik.
Dengan Delhi dipuncak segitiga imaginer itu, posisi Jaipur
disudut kiri bawah, dan Agra berada disudut kanan bawah.
Selasa pagi, 27 Desember 2005, bus kami berangkat
meninggalkan Delhi, mengarah ke barat daya menuju Jaipur.
Perjalanan keluar kota Delhi ternyata tidak mulus, perlu
waktu 1,5 jam baru bisa lepas dari kemacetan, setelah itu
memasuki Jalan Tol yang "aneh tapi nyata",
bayangkan saja :
namanya jalan tol mestinya bebas hambatan, tapi bukan
saja banyak persimpangan jalan - orang naik sepeda ada
disana, malah gerobak ditarik unta juga masuk jalan tol!.
Daerah ini adalah tepian timur dari Thar Desert, jadi tidak
heran kalau banyak ketemu unta disana.
Serunya lagi, selepas lorong gerbang pembayaran tol
selalu ada beberapa petugas yang berdiri dan bersiaga
memegang tongkat pemukul, siap menggebuk siapa saja
yang mencoba nyelonong lewat tanpa bayar dulu.
Perjalanan sejauh 260 Km itu terasa lambat, memang
sekitar jam 15 barulah kami bisa tiba di Sheraton Hotel
Jaipur untuk makan siang.
Makan-nya juga jadi cepat-cepat saja karena kami tidak
mau kehilangan kesempatan melihat-lihat Jaipur, kota
unik yang dijuluki Pink City karena mayoritas bangunan
dikota ini dicat warna merah muda.
Kunjungan pertama adalah ke Lakhsmi Narayan Temple
atau Birla Temple.
Kuil Hindu ini dibangun tahun 1979, terbuat dari marmer
putih penuh ukiran cantik - terkesan megah dan modern.
Kami boleh masuk kedalamnya, seperti biasa harus
lepas sepatu dan tidak boleh motret, didalamnya ada
patung Dewa Wishnu yang mukanya putih sekali.
Temple ini dibangun dibawah kaki bukit yang diatasnya
ada Moti Doongri, istana benteng milik pribadi yang
bentuknya unik karena stylenya mirip Scottish Castle.
Esok pagi kami mengunjungi Hawa Mahal yang disebut
pula sebagai Palace of Winds, inilah Landmark-nya Jaipur.
Bangunan bergaya Baroque ini dibangun pada tahun 1799
oleh sang aesthetikus : Sawat Pratap Singh, maharaja ini
mendedikasikan Hawa Mahal kepada Dewa Krishna.
Memang kalau dilihat dari kejauhan bangunan lima lantai
ini berbentuk seakan Mukul/Mahkota dari Lord Krishna.
Dicat merah muda, menampilkan begitu banyak jendela,
balkon dan lubang2 didinding-nya, sungguh unik sekali.
Hebatnya lagi, bangunan yang tebalnya hanya satu kamar
saja itu, tebal dindingnya tidak lebih dari 20 cm.
Ditempat yang merupakan bagian dari dinding benteng
istana inilah dijaman dahulu para wanita penghuni Harem
bisa menonton keramaian jalan dan pasar diluar gedung,
tanpa bisa terlihat dari luar.
Kini perjalanan menuju ke luar kota Jaipur, mengunjungi
Amber Fort yang anggun berbentuk benteng diatas bukit.
Istana dalam benteng ini dibangun tahun 1592 dan ada
Jaigarh Fort - benteng lain melindungi dibelakangnya.
Kami akan mendaki bukit itu dengan naik gajah, maka
segera ikut antrian. Tapi aneh gajah2 yang baru datang
dari arah Amber Fort dan menurunkan para penumpang,
koq tidak menghampiri kami malah ngeloyor menuju
kandangnya.
Astaga !, ternyata gajah2 itu mau istirahat, rupanya
sejak pagi sang gajah itu sudah tiga rit naik turun,
jadi kini waktunya mereka istirahat sekitar satu jam.
Tentu saja semua teman ngedumel, bego amat sih
local guide kami ini!, koq bisa tidak tahu kalau ada
aturan begitu, banyak buang waktu jadinya.
Mengingat waktu sangat berharga, maka segera balik
ke bus untuk ke Jaipur lagi yang berjarak 11 kilometer.
Setiba di tengah kota Jaipur, kami berjalan melewati
dua lapis dinding benteng, memasuki Old Walled Area
dimana terdapat City Palace Museum yang penuh
dengan benda seni bernilai tinggi dari jaman Rajput
dan Mughal.
Bersama banyak turis kami memasuki bekas City-
Palace yang pernah menjadi kediaman para penguasa
Jaipur sejak awal abad 18.
Disana ada berbagai bangunan, antara lain ruang
senjata dimana ada pedang seberat 5 kg, pisau raja
yang unik sekali karena berfungsi pula sebagai pistol
dua laras.
Kami bergantian berfoto di Rajendra Pool, gerbang
dimana ada sepasang gajah putih cantik terbuat dari
marmer putih utuh.
Dan yang paling menarik perhatian adalah dua buah
Giant Silver Urns yang masuk Guinness Book of
Records, sebagai The Largest Silver Objects.
Tempayan perak raksasa ini pernah diisi air Sungai
Gangga saat dibawa oleh Madho Singh ke London,
rupanya selama perjalanan sang maharaja tidak mau
melewatkan kebiasaan minum air suci itu.
Jam 12.45 kami sudah tiba lagi di Amber Fort, dan
kali ini antrian naik gajah lancar, berdua-dua kami
duduk di punggung gajah, hanya 15 menit sudah
tiba diatas bukit. Gajah memasuki gerbang benteng
dan kami diturunkan didalam benteng yang tampak
ramai sekali pengunjung.
Tampak didepan kami Ganesh Pool, gerbang tiga
tingkat yang dibangun tahun 1640, melewati gerbang
berarti memasuki wilayah private maharaja dimana
dimasa lalu menjadi tempat tinggal wanita ber-purdah.
Didalam tampaklah Aram Bagh, sebuah pleasure
garden yang cantik dikelilingi tiga istana Mughal Style.
Kami boleh masuk dan naik kesana kemari didalam
bekas istana, antara lain Jas Mandir - dulunya Hall
untuk private audience dimana terdapat kisi2 jendela
serta langit2 yang bercorak bunga terbuat dari relief
pualam putih dan tatahan kaca yang artistik sekali.
Tabir/kisi-kisi marmer memberikan pandangan indah
kebawah bukit dan juga untuk melewatkan angin sejuk
menghembus masuk kedalam istana.
Kalau pandangan diarahkan keluar dan kebawah bukit,
tampak gajah-gajah sedang naik turun menggendong
pengunjung, dan juga tampak nun jauh dibawah bentuk
cantik dari Kesar Kyari Bagh, yaitu taman berbentuk
persegi ditengah Matoa Lake.
Setelah puas berkeliling istana, kami turun dari bukit
kali ini tidak lagi naik gajah, tetapi naik kendaraan jeep
yang ngebut menuruni lereng bukit cukup terjal itu.
Kami kembali lagi ke Jaipur untuk melihat Jantar Mahal,
sebuah Observatorium abad pertengahan yang unik,
berupa berbagai bangunan pahatan futuristic dari batu.
Dibangun oleh Jai Singh II antara tahun 1728-1734,
Observatorium terdiri dari 16 instruments ini disebut :
"the most realistic and logical landscape in stone"
Beberapa instrumen kuno ternyata masih bisa dipakai
antara lain dalam meramalkan akan seberapa panas
summer mendatang, perkiraan datang/lamanya dan
intensitas Monsoon, sampai kemungkinan datangnya
banjir atau bencana kelaparan.
Kami datang sudah kesorean, harus lari-lari karena
sudah mendekati waktunya tutup, dan benar saja
begitu kami masuk, pintu langsung ditutup.
Sempat bingung dan takjub juga melihat begitu unik
dan anehnya berbagai bentuk bangunan dari batu itu.
Juga kagum akan kehebatan Jai Singh II yang dijaman
baheula itu sudah bisa membuat observatorium yang
ternyata memang betul akurasinya tinggi.
Jaipur memang sungguh unik dan menarik, seakan
sebuah labyrinth dimana bercampur aduk pasar yang
meriah, istana yang kaya raya, tempat2 bersejarah,
juga merupakan tempat dimana abad pertengahan
berhimpitan dengan modernisasi.
Ada terlihat unta berbagi jalan dengan kendaraan
bermotor, orang tua dari desa yang memakai turban
bersisian dengan pemuda memakai blue jeans,
sungguh suatu pemandangan yang unik.
Saat senja menjelang kami pulang menuju hotel,
melewati jalanan berdebu yang hiruk pikuk penuh
orang, bajaj, beca, scooter, bus turis dan juga
truk-truk yang dibelakangnya bertuliskan besar2 :
Horn Please atau Blow Horn!.
Busyet deh!, pantesan siang malem nglakson melulu!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar