Rabu, 28 November 2012

Mesjid Pintu Seribu. Kp Bayur Tangerang


Mesjid yang sangat unik - sempat dikunjungi puluhan anggota Jalansutra pada awal 2004.

Sekitar tujuh tahun lalu, secara kebetulan sekali saya "menemukan"
lokasi Mesjid Pintu Seribu, bangunan sangat unik yang belasan tahun
yang lalu pernah saya baca ceritanya di sebuah majalah ibukota
(Tempo/Express ?).

Saat itu saya sedang supervisi kegiatan pembangunan jamban keluarga
yang diberikan Pemda Kota kepada keluarga tidak mampu didaerah
Kampung Bayur - kampung yang terpencil dipinggiran Kota Tangerang,
ternyata rumah warga yang dibantu itu hanya beberapa ratus meter saja
dari komplek Mesjid Pintu Seribu itu.

Bangunan yang dari luar berbentuk bentengan itu begitu besar, karena
kami tidak tahu yang mana pintu utamanya maka kami masuknya
dari pintu belakang , dan sempat naik sampai ke lantai
dua dari bangunan besar berlantai empat itu.
Kami tidak berani menelusuri lebih lanjut karena selain bangunan seluas
sekitar satu hektar itu begitu banyak lorong dengan kamar-kamar dan
persimpangan2 - juga tidak ada satupun orang lain disana.

Bangunan itu memang banyak pintunya karena disana sini ada kamar.
Diluar komplek bangunan benteng ini ada sebuah Mesjid yang biasa
dipakai untuk sholat Jumat.
Tidak jelas sebenarnya bangunan ini dibangun untuk apa, selintas
seperti untuk asrama siswa pesantren karena begitu banyaknya
kamar berukuran kecil.

Setelah itu saya masih beberapa kali lagi kesana, mengantar teman-
teman yang tertarik mengunjungi bangunan unik ini,
karena ternyata orang Tangerang sendiripun banyak yang pernah
dengar tapi tidak tahu lokasinya dimana.
Setiap kali kesana saya mempunyai kesan bahwa memang bangunan
ini "tumbuh" terus, selalu saja ada tembok yang baru lagi -
memang bangunan ini dibangun dengan sistim tumbuh,
tidak sekaligus sampai selesai.

Dilihat dari luar, komplek bangunan seluas sekitar satu hektar yang
kelihatan berbentuk seperti benteng ini, temboknya kelihatan miring2
(kabarnya sedikit sekali memakai besi beton)dan banyak yang belum
di plester/disemen.

Kabarnya setiap ada dana masuk, maka dibelikan bahan bangunan
dan bagian mana yang dibangun tergantung "petunjuk" yang diterima
pemilik bangunan itu.

Bulan lalu dengan membawa kamera, saya dengan dua orang teman
kesana, kali ini berencana masuk dari pintu depan yang selalu terkunci,
untuk itu kami menghubungi pemegang kunci -
H.Abdul Karim , yang kami panggil engkong.

Engkong membuka pintu besi, dan menuntun kami memasuki lorong
sempit dari lantai satu yang mirip basement karena tidak ada jendela
sama sekali.
Beliau menghidupkan lampu senternya karena lorong itu gelap sekali.
Kami harus sangat hati2 karena atap lorong pendek dan banyak sekali
melewati kusen pintu (tanpa daun pintu) sehingga kalau tidak menunduk
jidat bisa benjol.
Kami bertiga "nempel" terus ke punggung engkong karena selain gelap
gulita, lorong itu belok sana belok sini dan sepanjang lorong itu banyak
lubang pintu baik sebelah kiri maupun kanan yang entah menuju kemana.
Kalau tertinggal, bisa dipastikan kaga bakal bisa mencari jalan keluar
sendiri, apalagi kami juga lupa bawa lampu senter.

Akhirnya kami sampai di satu kamar yang terang karena ada lampu listrik,
didindingnya ada lubang berteralis, dalam lubang itu ada tasbih berukuran
besar yang bijinya sebesar kepalan tangan.
Kami tidak berlama lama disana karena engkong bilang bangunan itu
sedikit sekali memakai besi beton, padahal kita merasa berada dibagian
basement, maka kami minta diantar naik ke lantai atas saja tidak usah
berkeliling lagi di basement itu.

Kami merasa lega setelah tiba dilantai dua yang terang dan luas,
kemudian naik lagi ke lantai tiga dan empat dimana bisa melihat ke
seluruh komplekdan dikejauhan tampak gedung-gedung tinggi dari
Lippo Karawaci.

view keseluruhan Mesjid dari kejauhan
 1 Komentar 
pintu utama Mesjid
  
dinding luar samping
  
lorong belakang
  
ruang basement
  
lantai dua mesjid
 Komentar 
lantai tiga
  
lantai dua
  
view dari lantai tiga
  

Tidak ada komentar: