Rabu, 28 November 2012

Menelusuri pantai selatan Banten.

Menelusuri Pantai Selatan Banten : Malingping - Pelabuhan Ratu.


Kalau diperhatikan Pulau Jawa ini selain mempunyai Jalur Pantura
yang membentang dari barat ke timur antara Anyer - Banyuwangi,
juga mempunyai 2 jalur lainnya yang sejajar dengan jalur Pantura itu,
yaitu jalur Selatan dan Jalur Tengah.
Memang di Jawa Barat tidak begitu nyambung, tapi Jawa Tengah
dan Jawa Timur sudah terbentuk jaringan jalan itu.

Saya sudah pernah melalui hampir seluruh jalur itu, kecuali ruas
/segmen jalan antara Malang-Jember-Banyuwangi.

Suatu saat saya ingin melalui ruas jalur selatan Banten, yaitu
Pandeglang - Malingping - sampai tembus ke Pelabuhan Ratu.
Maka dibulan Desember 1997, saya menuju Pandeglang, kemudian
mengarah ke Anyer dan sekitar 20 km setelah Pandeglang - di desa
Seketi belok kearah selatan menuju ke Malingping.

Memasuki jalur ini, saya mulai waswas, karena akan memasuki
wilayah selatan Banten yang dalam dugaan saya masih hutan,
tapi ternyata dugaan itu meleset jauh sekali.
Sepanjang jalan menuju Malingping yang berjarak sekitar 40 km
itu, ternyata kiri kanan jalan "terang sekali" -
banyak kampung yang hampir nyambung menyambung.
Juga jalannya ternyata hotmix yang lumayan mulus , karena jalan
relatif sepi, maka saya kaga tahan untuk tidak ngebut, sampai2
ibu mertua yang duduk di kursi belakang ngedumel :
" kalau sopir mama, udah mama berentiin !! " --- hehehe.

Malingping lumayan ramai, mirip dengan Anyer, tidak jauh keluar dari
kota Malingping sudah mencapai pantai selatan pulau Jawa.
Setelah terminal bus ada pertigaan dimana kalau belok ke kiri ( ke Timur)
mengarah ke Pelabuhan Ratu, tapi saya membelok ke kanan karena mau
mengunjungi pantai Bagedur dulu.
Setelah berjalan sekitar 2-3 km, ada petunjuk kekekiri dan kami memasuki
jalan tidak beraspal.
Saya sempat ragu karena sepi dan di-kiri kanan pepohonan/semak2,
dan sekitar 500 meter barulah tiba di pantai.
Pantai Bagedur lumayan bagus, pantainya lebar - pasirnya putih dan keras
kelihatannya mobil bisa jalan diatasnya
Ada penginapan/cottage tapi kurang terawat - mungkin karena tamunya
sedikit.

Kami tidak lama disana, kembali kejalan raya dan menuju ke timur -
mengarah kekota Bayah yang berjarak sekitar 28 kilometer.

Mobil berjalan tidak jauh dari pantai, melewati jalan yang masih tetap mulus,
dan pemandangan disepanjang jalan ini terasa nostalgik, karena waktu
se-akan2 di stel mundur ke jaman Belanda.
Tidak banyak bangunan2 baru sepanjang jalan, malah ada jembatan cukup
panjang yang kelihatan buatan jaman baheula.
Kami sempat berhenti disana, menuruni sungai yang walau lebar tapi airnya
tidak memenuhi keseluruhan lebarnya sungai, sehingga ada tanah berbatu
yang bisa kita injak.
Dari muara sungai itu kami berfoto dengan latar belakang jembatan kuno itu.
Menyenangkan sekali berada di muara sungai yang lebar, tapi airnya jernih
dan dangkal.

Di kota Bayah , untuk menuju ke Pelabuhan Ratu, bisa memilih apakah terus
lurus ketimur melewati Cibareno, atau melambung ketimur laut menuju Cikotok.
Karena penasaran ingat masa kecil ada pelajaran ilmu Bumi yang menampilkan
Cikotok sebagai tambang emas, maka kami belok kearah kota ini.
Perjalanan sekitar 12 kilometer itu melalui jalan desa yang tidak sebagus hotmix,
dan Cikotok ternyata kotanya kecil saja - boleh dikata se-ukuran desa saja.
Kami sempat menemui Base-camp perusahaan pertambangan, tapi ternyata
lokasi tambang emas yang masih aktif digali terletak jauh dari situ.

Sayang sekali saat itu, saya belum mengenal Bambang, seorang karyawan di
Tangerang yang orang tuanya masih tinggal disana. Bambang bilang kalau
pamannya bisa mengantar me-lihat2 bekas tambang yang letaknya engga jauh
dari base camp tersebut.

Karena saat itu sudah terlalu siang, dan diperkirakan akan terlalu malam kalau
pulang lewat Pelabuhan Ratu maka kami putuskan untuk kembali ke Tangerang
lewat jalan yang sama yaitu lewat Malingping lagi.

Setahun kemudian, barulah kami kembali ke Bayah, kali ini dengan persiapan
matang mencoba tembus ke Pelabuhan Ratu dan akan menginap di Cipanas.

Di kota Bayah itu, kami sempat ragu2 apakah mengambil rute Cibareno yang
lebih pendek ( 20 km ) ataukah melambung ke Cikotok - Pasir Kurai (yang -
kabarnya hawanya sedingin Puncak) yang lebih jauh yaitu 40 km.
Setelah tanya2, kami memilih lewat Cibareno dan setelah buka bekal makan
siang di pantai Karang Taraje yang menjadi tempat wisata setempat maka
mulailah perjalanan mengarah ke utara menjauhi pantai.
Jalan mulai menanjak dan diujung tanjakan panjang itu kami sempatkan berhenti
karena pemandangan kebawah kearah pantai Karang Taraje itu indah sekali.

Setelah tanjakan itu, kami mulai heran koq jalannya mulai dikit2 rusak,
dan akhirnya jalan yang ditemui adalah jalan yang engga bisa dipilih lagi :
dahulunya sih diaspal tapi sudah tergerus air sehingga disana sini penuh
lubang yang memenuhi jalan yang dalamnya bisa sampai sejengkal.
Perjalanan sejauh 20 km itu boleh dikata 90 % pakai gigi satu !!,
dan konyolnya lagi kami memakai kendaraan Mitsubishi jenis sedan.
(informasi yang kami terima sebelumnya - jalannya mulus !!).

Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, selain sekarang berada di-bukit2
penuh pepohonan, juga jarang ketemu orang, jadi mau nanya jalan juga susah.
Rupanya kesengsaraan belum cukup - turun hujan lebat !, membuat suasana
makin mencekam.
Kami sempat bertanya kepada penduduk, mereka bilang :
"didepan sana mobil PC aja kemarin ada yang kebebes".
(mobil PC itu mobil semacam jeep kuno; kebebes = nyangkut).
Tapi karena sudah kepalang jalan jauh maka kami teruskan saja.

Di satu tempat yang sudah begitu jauhnya, saya terhenti karena terkejut
melihat didepan ada jalan menanjak begitu curam dan panjang.
Sebenarnya engga masalah kalau aspalnya mulus, tapi ditempat itu jalan
begitu ber-lubang2 yang menyulitkan untuk mengatur kecepatan.
Kalau sampai salah mengatur kecepatan kendaraan bisa mati mesin dan
mobil bisa mundur tidak terkendali.

Setelah mengumpulkan keberanian, maka mulai maju tetap dengan gigi
satu - zigzag menghindari lubang2 itu, tapi ditengah tanjakan ada lubang2
memenuhi lebar jalan, begitu rapat sehingga saya ragu mau kemana
dan mesin mati !!
Mobil benar saja mundur karena tanjakan itu benar2 curam, dan hampir
saja roda belakang terjerumus masuk selokan pinggir jalan.

Kami turun dulu dari mobil, ambil nafas lega dulu, dan berunding apakah
kita terus atau menyerah balik.
Kami tidak bisa lama2 disitu karena dibawah tanjakan sudah ada mobil
truk yang nunggu mau nanjak juga.

Akhirnya karena sudah agak sore, maka diputuskan nekat teruskan saja.
Mobil digeber paksa sampai bannya ber-decit2 berasap - dijalankan
zigzag masuk keluar lubang, dan lega sekali akhirnya sampai juga kepuncak
bukit itu.

Dan astagaaa !!! ---- dari puncak bukit itu terlihat pantai Pelabuhan Ratu
jauh dibawah, dengan Samudra Beach Hotel tampak kecil dikejauhan.
Pemandangan dari posisi itu kearah teluk Pelabuhan Ratu indah sekali,
pantainya yang melengkung dengan bangunan hotel tampak sebesar kotak
korek api - sungguh sangat indah mengesankan.

Kami benar2 sangat lega, apalagi kalau mikir betapa konyolnya kalau
tadi kami menyerah balik lagi ke Bayah.
Dan kemudian kami sampai geleng2 kepala karena tidak saja jalan setelah
puncak bukit kembali mulus tanpa lubang2 , juga karena setelah menuruni
tanjakan itu - hanya beberapa menit kemudian sudah menemui pertigaan
ke Cisolok.
Bayangkan kalau tadi kita nyerah engga memaksa mencoba menyelesaikan
tanjakan itu.

Setelah beristirahat di Cisolok, kami meneruskan ke Pelabuhan Ratu -
Sukabumi dan sekitar jam 20 tiba di Cipanas.

pantai selatan banten
 Komentar 
view pantai dekat Bayah
  
Karang Taraje
  
Jembatan Kuno
  
muara sungai
  
base camp Cikotok
 Komentar 

Tidak ada komentar: