Rabu, 28 November 2012

Jalan bareng ke Kelenteng Tanjung Kait

Minggu 16 Desember 2007, sejak pagi buta hujan turun -
memang tidak terlalu lebat, tapi "melit" nggak stop-stop.
Pusing juga jadinya, karena rencananya pagi itu akan
jalan bareng ke Tanjung Kait bersama teman2 - baik itu
teman lama, Jalansutra maupun teman Multiply.

Rencananya mulai jam 8 pagi sudah mulai ketemuan,
parkir di jalan pinggir kali dekat Pasar Lama Tangerang,
untuk cari makan pagi atau beli aneka kue-kue khas
Tangerang, dan jam 9.30 meluncur ke Mauk.

Akhirnya jam 6.30 saya SMS ke semua teman bahwa
agar dipertimbangkan dalam cuaca seperti ini akan
sulit jalan didaerah Pasar Lama, sebaiknya cari makan
pagi di tempat lain, kalau start ke Mauk tetap jam 9.30.

SMS balasan berdatangan, ada yang batal karena anak
sakit, ada yang karena perumahan nya ada genangan air,
tapi ada juga yang "ngotot" tetap mau selusupan nyari
makan pagi di Pasar Lama yang tentunya becek sekali.

Malah ada yang jam 7.30 sudah nilpon bahwa sedang
memasuki kota Tangerang, sehingga saya gelagapan
juga buru-buru menuju Pasar Lama untuk menyambut
dan memberikan peta lokasi aneka makanan di Pasar
Lama, sekaligus peta perjalanan menuju TanjungKait.

Ternyata hujan mereda, sehingga teman2 yang mulai
berdatangan bisa dengan santai berjalan kaki menuju
Pasar Lama, belanja aneka makanan sampai jam 9.30.

Tepat waktu iring2an 14 buah mobil bergerak mengarah
ke Mauk, perjalanan cukup lancar hanya tersendat
saat melewati pasar Sepatan yang pagi itu ternyata
belum bebas sepenuhnya dari kemacetan rutin.
Perjalanan sepanjang jalan menyegarkan mata karena
hampir sepanjang jalan terlihat hamparan sawah yang
luas menghijau asri sekali.

Persis jam 10.30, kami memasuki kota kecil Mauk
dan mampir dirumah Bapak Halim yang besar.
Jadi ceritanya, minggu lalu saya menilpon beliau untuk
menanyakan situasi jalan kesana, eh malah "dipaksa"
mampir untuk menikmati es kelapa puan/kopyor.
Tentu saya "menolak" antara lain bilang bahwa saya
nanti perginya berombongan - mungkin 30-an orang,
eh malah ditantang - mau 50 orang juga boleh katanya.

Ternyata memang kami berjumlah 50 orang, setelah
parkir dihalaman, disambut beliau dengan ramah dan
dipersilahkan memasuki rumahnya untuk beristirahat.

Setelah menikmati es kelapa puan itu, ternyata diberi
kejutan yaitu munculnya Kelapa Lilin berupa kolak,
tentu makanan unik dan langka ini setelah ramai2
dipotreti langsung tandas diserbu ramai-ramai.
Rupanya bu Halim kurang puas dalam "ngerjain" kami,
keluarlah minuman yang bikin semua jadi terpesona :
Es buah Kawista, yang terasa segar dan eksotis.

Hebatnya semua buah2an itu dipetik dari kebun pribadi,
khusus Kelapa Lilin kami dapat pencerahan dari beliau
bahwa kelapa ini pohonnya tidak beda dengan pohon
kelapa yang biasa, tapi buahnya sesekali saja ada
yang "nyeleneh" berubah menjadi Kelapa Lilin yang
dagingnya legit gurih itu.

Perjalanan berikut tinggal 6 kilometer lagi dan kini
di kiri jalan mulai terlihat tambak ikan dan laut.
Ternyata Radar TNI AU di pantai TanjungKait masih
berfungsi, dari kejauhan terlihat radar yang bertengger
diatas sebuah bangunan itu masih berputar-putar.

Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kait masih bagus
kondisinya seperti saya lihat belasan tahun yang lalu,
pengunjung ramai tapi tidak sampai membludak.
Karena acara puncak ulang tahunnya adalah pada
malam Minggu kemarin, kabarnya semalam itu
pengunjung sudah berjejal antri mulai pagar komplek.

Kami sepakat bahwa pulangnya masing-masing,
karena terserah apakah ada yang mau nonton lomba
barongsay, main ke pantai atau belanja2 aneka
makanan hasil laut yang diasinkan dll.

Sendirian saya menuju pantai yang hanya sekitar
250 meter, melewati rumah penduduk yang sangat
sederhana dengan dinding gedek dan atap rumbia.
Banyak terdapat perahu nelayan di pantai laut yang
airnya bukan biru tapi coklat keruh, dan banyak
juga perahu yang sudah dalam kondisi rusak.
Sempat saya tanyakan ke seorang nelayan tentang
air pasang, ternyata fenomena itu tidak terjadi disitu,
aneh sekali padahal tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Saya teruskan berjalan selusup-selusup diantara
rumah penduduk mengarah ke barat dan sampai
di bekas dermaga yang dulu digunakan perahu wisata
menuju Pulau Laki dilepas pantai Tanjung Kait.
Dermaga sudah rusak, dan sekeliling nya kini malah
dipenuhi rumah makan sea food yang menjorok kelaut.

Sedianya saya mau mencoba mengunjungi komplek
Radar TNI AU, yang sudah ada sejak jaman Dwikora.
Dulu terlarang memasuki komplek militer itu, kabarnya
sekarang ada kemungkinan diperbolehkan masuk.
Sayang sudah terlalu siang, maka saya putuskan
kembali saja ke komplek kelenteng.

Perjalanan pulang juga lancar, kebetulan saya kali
ini tidak nyetir maka bisa menikmati pemandangan
persawahan kiri kanan jalan yang hijau menyegarkan
mata - jadi terkenang puluhan tahun lalu pemandangan
juga masih sama seperti itu, nostalgik sekali dan
mudah2an pemandangan cantik ini bisa masih tetap
bisa dilihat di masa mendatang.


kali Cisadane ditengah kota Tangerang
  

Kolak Kelapa Lilin
 Komentar 

Buah dan es Kawista
 Komentar 

es buah Kawista
  

buah Kawista
  

buah Kawista
  

menuju pantai
  

perahu terlantar
  

pantai Tanjung Kait
  

dermaga bambu
  

pantai kotor
  

perahu nelayan
  

perahu rusak
  

rusak
  

Radar TNI AU dikejauhan
  

rumah makan di pantai Tanj Kait
  

rumah makan
  

rumah makan sea food
  

aneka warung sea food
  

warung2
  

bakar sea food
  

bakar sea food
 1 Komentar 

warung2 sea food
  

jalan didepan komplek kelenteng
  

pintu masuk komplek kelenteng
 1 Komentar 

pengemis didepan kelenteng
  

dihalaman komplek
  

dihalaman
  

didalam halaman
  

pintu menuju muka kelenteng
  

muka kelenteng
  

bagian depan kelenteng
  

pintu menuju ruang sembahyang samping
  

ruang sembahyang utama
  

ruang sembahyang utama
  

ruang sembahyang didalam
  

didalam kelenteng
  

diruang belakang kelenteng
  

lomba barongsay di halaman tengah
  

didalam dahalam kelenteng
  

dihalaman tengah kelenteng
 Komentar 

meja juri lomba barongsay
  

didalam halaman tengah
  

panggung hiburan
  

panggung wayang Potehi
 1 Komentar 

Tidak ada komentar: