Rabu, 28 November 2012

Wisata di Bukittinggi


Wisata di Bukittinggi :

Kota Bukitttinggi, terletak sekitar 100 kilometer utara kota Padang,
berbeda dengan kota Padang yang "terjepit" antara Bukit Barisan dengan
Lautan Hindia, maka Bukittinggi berada di tengah pegunungan yang mem-
bujur dari utara ke selatan sepanjang sisi barat dari pulau Sumatra itu.

Bukittinggi mempunyai banyak julukan, antara lain :

- kota Wisata, banyak sekali obyek wisata didalam kota maupun sekitarnya.
- kota Sanjai yaitu keripik singkong yang pedas .
- kota Fort de Kock.
- kota Jam Gadang, jam buatan Jerman hadiah ratu Belanda tahun 1926 itu
merupakan landmark kota karena selain bangunan ini bentuknya khas juga
letaknya strategis sekali - berdiri ditengah sebuah lapangan dipusat kota.

Berdiri ditengah lapangan, Jam Gadang dikelilingi banyak bangunan bersejarah
seperti Istana Hatta, Balai Hatta dan gedung-gedung megah lainnya yang di-
gunakan untuk bank, dan Pasar Atas.

Sayang sekali pedagang kaki lima Pasar Atas sudah meluber ke jalan,
sehingga tenda-tenda warna warni didepan Pasar itu mengganggu harmoni
lingkungan Jam Gadang ini.

Lokasi kota Bukittinggi ini memang unik, sesuai dengan namanya - terletak
diatas sebuah punggung bukit yang berada ditengah dataran tinggi yang luas
dengan dilatarbelakangi gunung-gunung yang tinggi pula seperti Gunung -
Merapi (2831 m) yang memang masih aktif,
dan Gunung Singgalang (2870 m).

Uniknya lagi , persis disamping bukit dimana kota ini berada, terdapat
sebuah ngarai yang lumayan curam dan dalamnya sampai 100 -120 meter,
dan panjangnya sampai 13 kilometer, yaitu Ngarai Sianok.
Kami tidak menyangka hanya berjalan beberapa puluh meter dari tepian
jalan yang berada didalam kota , sudah bisa melihat pemandangan indah
atas ngarai yang dindingnya hampir tegak lurus itu.
Menengok kekiri dan kekanan, sudah terlihat keseluruhan panjang ngarai
yang cukup lebar, dan didasar ngarai terlihat sebuah sungai dangkal berbatu.
Saya membayangkan barangkali ngarai ini terbentuk akibat gempa bumi
tektonik dahsyat yang membuat bukit terbelah dua menjadi ngarai dengan
dinding yang hampir tegak lurus itu.

Kami juga dibuat melongo saat mengetahui kalau pintu masuk ke Gua
Jepang juga ada ditempat kami melihat kearah Ngarai Sianok itu.

Pintu masuk gua itu lebarnya sekitar 2,5 meter dengan tinggi 2 meter,
sehingga cukup nyaman untuk dimasuki, dan mulailah kami menuruni sebuah
tangga dengan kemiringan yang tidak terlalu menyeramkan, sampai sedalam
kira kira 40 meter dibawah permukaan tanah.
Lorong tangga itu sebenarnya asalnya dulu hanya lorong kecil untuk
ventilasi dan lorong pengintaian saja, belakangan saja dibuat lebih lebar
untuk jalan masuk pengunjung.
Setelah menuruni tangga yang cukup panjang itu sampailah ke jaringan
gua yang panjang totalnya sampai 1470 meter.
Jaringan gua ini dibangun tentara Jepang antara tahun 1942 - 1945,
dengan mempergunakan tenaga romusha yang bukan penduduk setempat.

Jaringan gua dikedalaman 40 meter dibawah kota Bukittinggi ini, berupa
dua buah lorong panjang sejajar yang dihubungkan dibeberapa bagian oleh
lorong2 pendek, dan total terdapat 21 buah kamar dan lorong pendek.
Tempat ini direncanakan untuk gudang senjata, barak militer, ruang sidang,
ruang makan, juga ada sebuah penjara kecil yang menyeramkan.
Walau dasar dan atap gua tidak disemen, tapi terkesan kokoh, ventilasinya
baik - kami bisa bernafas dengan lega walau gua gelap itu cukup seram
karena banyak simpangan2 dan kamar2 .

Akhirnya kami sampai dipintu keluar - ternyata masih berada diketinggian
sekitar 40 meter lagi dari dasar Ngarai Sianok, didepan pintu keluar itu ada
sebuah jalan raya dimana mobil kami sudah menunggu.
Saya bersyukur karena sewaktu berada didalam gua yang berpenerangan
listrik itu tidak terjadi mati lampu - di pintu keluar itu si penunjuk jalan baru
ngomong kalau dia lupa bawa lampu senter ! .

Dia juga menceritakan bahwa sebenarnya ada lagi sebuah jaringan gua yang
juga dibangun dibawah kota Bukittinggi, yang menembus ke Fort de Kock
dan Jam Gadang , tapi tidak dibuka untuk umum,
Kedua jaringan gua ini mubazir - sama sekali belum sempat terpakai oleh
tentara Jepang karena keburu menyerah kepada tentara sekutu.

Setelah kembali menaiki mobil yang sudah menunggu itu, maka perjalanan
diteruskan menuruni lereng ngarai sampai ke dasar ngarai , dan terus ber-
jalan sepanjang ngarai sampai ke Koto Gadang, satu desa yang sejuk asri
ditengah kehijauan persawahan dengan latar belakang gunung Singgalang,.

Bung Zam (tour leader kami) bercerita bahwa dahulu didesa ini banyak
sekali dilahirkan orang pandai, salah satunya menjadi tokoh nasional jaman
awal kemerdekaan.
Tapi kata bung Zam , walaupun tokoh ini sangat pandai, sekali waktu
pernah kalah debat hanya dengan seorang sopir bendi.
Suatu waktu pak tokoh yang pandai itu naik bendi, sedang asyik
berkendara itu tiba tiba kuda-nya (maaf !) kentut.
Pak tokoh spontan bilang : Kudanya masuk angin !
Si sopir bendi bilang : Bukan, keluar angin !!

Didesa itu kami mampir ke seorang pandai perak, hasil karya yang dibuatnya
sendiri itu berupa miniatur jam gadang, kuda menarik bendi dan lain lain
yang buatannya cukup halus, dijual dengan harga yang bagus.

Fort de Kock juga berada ditengah kota Bukittinggi, dibangun diatas sebuah
bukit, tapi hanya ada sisa sisa meriam kuno-nya saja, bentengnya sendiri
yang kabarnya dibangun pada tahun 1825 sudah hancur.
Justru saya tertarik sekali melihat Jembatan Limpapeh, dibuat khusus untuk
pejalan kaki - yang menghubungkan Fort de Kock dengan bukit lainnya
dimana ada sebuah kebun binatang.
Jambatan besi berlantai kayu sepanjang 150 meter yang mirip jembatan
Bailley, saking panjangnya maka terdiri dari dua bagian yang ditengahnya
bertumpu pada sebuah bangunan berbentuk rumah bagonjong yang cantik
Dibawah jembatan terlihat rumah2 penduduk dan sebuah jalan raya yang
menembus bagian dasar rumah bagonjong itu.


solok nan cantik
  
ngarai sianok
  
mulut Gua Jepang
  
awal masuk kedalam Gua Jepang
  
Jembatan Limpapeh
  
Jembatan Limpapeh
  

Tidak ada komentar: