Selasa, 27 November 2012

The Golden Triangle - Mae Sai Thailand.







May 13, '05 11:36 PM
untuk semuanya

Tour Thailand 2003 : The Golden Triangle (MaeSai - ChiangRai).
Golden Triangle, adalah wilayah dimana terdapat pertemuan perbatasan
tiga buah negara yaitu Thailand - Myanmar dan Laos.
Golden Triangle merupakan daerah dimana terjadi lalulintas narkotika
yang masuk dari Myanmar, yang akan menyebar keseluruh dunia.
Bulan September lalu Pejabat Anti Narkotika Amerika menyatakan
bahwa Myanmar (Burma) bukan lagi hanya drug-transiting country,
tapi a major drug-producing country, "the second-largest producer
of opium in the world".
(Afganistan masih menjadi the world's leading opium producer).
Selain itu dikatakan bahwa Burma is also one of the largest
metamphetmine producers.
Selama ratusan tahun, provinsi Shan dari Myanmar ( yang sisi timurnya
berbatasan dengan Cina, sisi selatannya berbatasan dengan Thailand -
dimana kota MaeSai berada)  menjadi tempat ladang opium yang paling
utama karena selain tanah dan iklimnya cocok,  lokasinya juga strategis
karena terisolir.
KhunSa si raja Opium yang legendaris,  kabarnya bermukim dan
mempunyai banyak pengikut didaerah itu.
Opium yang dihasilkan disana, dimurnikan menjadi No.4 White Powder
yang well-known around the world for its high degree of purity.
Pagi pagi  kami sudah menuju airport Don Muang untuk terbang menuju
kota ChiangRai yang berada persis diutara Bangkok.
Tidak seperti biasanya, kami tidak lagi mendapat kemudahan dalam proses
group check-in, memang untuk mendapatkan boarding pass masih bisa
diurus oleh tour leader secara barengan.
Tapi setelah itu penyerahan bagasi harus satu persatu, setiap pemegang
boarding pass tunjuk yang mana kopernya barulah dinaikkan keatas
ban berjalan.
Peningkatan prosedur keamanan bandara tidak hanya  itu, saat akan masuk
kedalam ruang tunggu harus memperlihatkan boarding pass + paspor,
lalu dicheck apakah nama di boarding pass memang sesuai dengan paspor.
Rupanya disemua airport Thailand ditetapkan prosedur ini, karena nantinya
saat kami check-in di airport ChiangMai dan Phuket juga begitu.
Pesawat Thai Airways jenis Boeing 737 yang penuh penumpang itu hanya
memerlukan terbang satu jam untuk tiba di bandara ChiangRai, dan
tidak disangka bandara dari kota yang berada jauh diutara Thailand itu
cukup besar, berlantai dua dan rapih.
Keluar airport, bus kami tidak menuju kedalam kota ChiangRai ,
tapi kearah utara menuju kota Mae Sai yang berjarak 60 kilometer.
Perjalanan terasa menyenangkan karena melalui jalan empat jalur
dengan pembatas ditengah yang mulus sekali, apalagi lalu lintasnya
juga tidak terlalu ramai.
Sepanjang jalan, disebelah kiri jalan (arah barat) terlihat dikejauhan ada
pegunungan, dan menurut Vittaya (lokal Guide) dibelakang pegunungan
itulah terletak wilayah Myanmar yang banyak ladang opiumnya.
Memasuki kota MaeSai, jalan lebar mulus itu berakhir di satu
bangunan berbentuk gapura besar dan megah , ternyata itulah
gate imigrasi menuju Myanmar, tentu saja kami tidak bisa masuk kesana.
Kami hanya bisa melihat dari luar pagar, dan terlihat dibelakang gate itu
ada sebuah jembatan yang melintasi sungai MaeSai yang tidak terlalu lebar.
Wilayah seberang jembatan itulah wilayah Myanmar, dari kejauhan terlihat
banyak rumah dan sebuah pagoda kecil.
Banyak sekali orang lalu lalang melewati border itu, saya lihat ada juga
beberapa orang kulit putih masuk dari arah Myanmar.
Saat makan siang di Mae Sai, saya melihat poster perempuan Myanmar
yang lehernya dipenuhi gelang-gelang  logam sehingga lehernya menjadi
panjang sekali, maka saya tanyakan kepada Vittaya dimana kita bisa
melihat orang-orang itu.
Vittaya bilang dengan membayar 800 Bath/orang  (untuk bayar taxi dan
bayar pas-masuk Myanmar) kami bisa memasuki wilayah Myanmar ,
dan menuju kota Tachilek dimana terdapat komunitas suku Shan yang
perempuannya berleher panjang itu.
Sayang sekali walau trip menggiurkan ini hanya perlu waktu sekitar 2 jam,
kami tidak mempunyai cukup waktu karena hari itu sudah punya program
lain yang tak kalah serunya yaitu mengunjungi Golden Triangle .
Perjalanan menuju Golden Triangle dari kota Mae Sai hanya sekitar satu
jam, melalui jalan yang tidak lagi selebar jalan sebelumnya tapi tetap bagus,
dan kami tiba di tepian sungai Mekong, yang airnya berwarna coklat deras,
mengalir kira kira belasan meter dibawah tebing tempat kami berdiri.
Dari tepian itulah kami bisa melihat sungai MaeSai (yang membatasi
Thailand dengan Myanmar) bertemu dengan sungai Mekong yang
memisahkan Thailand maupun Myanmar dengan wilayah Laos.
Jadi kalau kami yang berdiri di wilayah Thailand memandang kearah utara
maka didepan terlihat sungai Mekong lurus dari utara mengalir mendekati
kaki kita lalu membelok dan melewati sisi kanan kita.
Sedangkan sungai MaeSai datang dari arah kiri kita dalam arah tegak
lurus memotong/memasuki sungai Mekong.
Maka sebelah kiri depan terlihat wilayah Myanmar dan dikanan/sebrang
sungai Mekong adalah daratan Laos.
Pertemuan wilayah tiga negara inilah yang dijuluki Golden Triangle -
segitiga emas, karena diwilayah segitiga itulah terjadi lalu lintas narkotika
yang harganya tinggi seperti emas.
Tentu kami tidak puas hanya memandang dari kejauhan saja,
maka dengan membayar 300 Bath/orang, kami menuruni tebing sungai 
setinggi belasan meter itu dan menaiki sebuah longboat bermesin
berkapasitas 30 seat.
Sungai Mekong sendiri mempunyai panjang sampai 4580 kilometer, dan
melalui 6 negara : Cina-Myanmar-Thailand-Laos-Kamboja-Vietnam.
Di Golden Triangle lebarnya sekitar 200-an meter, airnya berwarna
coklat keruh dan mengalir cukup deras.
Mula-mula kami menuju wilayah Myanmar dimana ditepian sungai
Mekong itu ada sebuah bangunan cukup megah :
Paradise Hotel and Casino, sebenarnya kami boleh mendarat disana
dan memasuki casino, dengan syarat menaruh deposit 5000 Bath.
Tapi saat ditawari tak seorangpun dari rombongan yang mau, mungkin
merasa waswas berada diwilayah yang terasa agak "angker" ini.
Maka boat kemudian berputar arah ke hilir dan menyebrang untuk
kemudian mendarat diwilayah Laos, kembali kami harus mendaki
tebing dan tiba di satu perkampungan yang agak rimbun banyak
pepohonan besar.
Perkampungan Laos yang bernama DonSao itu masuk Propinsi Bokeo,
terdiri dari puluhan rumah sederhana yang menjual aneka souvenir.
Terasa sekali penduduk disana miskin, banyak anak kecil berpakaian
agak lusuh menjajakan keong hasil tangkapan dari sungai.
Cukup lama kami berada disana, dan menjelang senja kami  menaiki
perahu untuk menyebrang kembali kewilayah Thailand.
Makan malam disatu restoran ditepian tebing sungai Mekong,
saat menikmati makan malam itu wilayah Laos disebrang sungai terlihat
gelap gulita,
sedangkan lampu Hotel/Casino Paradise tampak kerlipnya dikejauhan.
Kontras sekali dengan wilayah Thailand dimana kami berada yang
terang benderang - seperti memberikan gambaran betapa berbedanya
tingkat kemakmuran negara-negara itu.
Sekitar jam 20 kami memasuki Rimkok Hotel - resort bintang empat
berlantai tiga yang berada ditepian sungai Kok, letaknya di pinggir
utara kota ChiangRai, hanya 2,5 km dari airport.
Hotel itu besar sekali, berbentuk huruf H , kamarnya ada 258 buah,
ditambah beberapa suite room.
Dibagian belakang ada kolam renang dan taman yang cukup luas
Sampai malam masih banyak tamu bule yang duduk ngobrol diudara
terbuka yang cerah tapi sejuk sambil menikmati minuman dan musik.
Terasa menyenangkan sekali sehabis melalui perjalanan yang cukup
menegangkan naik perahu di Golden Triangle itu.

Tidak ada komentar: